TUJUH ALAM CIPTAAN ALLAH.
Firman Allah Surat Al Muminu-n ayat17:
Dan sesungguhnya Aku telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). Dan Aku tidaklah lengah terhadap ciptaan (Ku).
Ilmu tarekat menerangkan bahwa ketujuh alam itu adalah:
1. Alam Ahadiat,
2.Alam Wahdat,
3. Alam Wahidat,
4. Alam Arwah,
5. Alam Ajsam,
6. Alam Misal dan
7. Alam Insan Kamil.
Terbukti bahwa dunia ini diisi dengan Tujuh Hari, hakikatnya yaitu alam yang di atas, tegasnya alam yang tujuh itu adalah perjalanan “Allah-Muhammad-Adam”. Oleh sebab itu wajib diketahui oleh kita.
Bila kita ingin menelusuri jalan kembali ke Asal, sedangkan kita tidak mengetahui dari sekarang jalan-jalannya dan barang-barangnya, pasti kita akan tersesat, tidak akan bisa kembali lagi ke Asal. Karena kita tidak menemui lagi jalan ketika kita turun dari Ahirat ke Alam Dunia.
Tingkat I – Alam Ahadiat.
Alam ini adalah alam sebelum Allah SWT menciptakan alam semesta, atau arasy, kursi, bumi dan langit, surga dan neraka. Disebut alam “Sajatining Suwung” (Kesunyian Sejati). Martabat Yang Maha Suci, Dzat laesa kamislihi, Dzat yang tiada umpamanya.
Pada alam inilah timbulnya kalimat “ashadu” atau “tasdied”. Dari manakah timbulnya “ashadu” ini, dan apa yang menjadikan kalimat tersebut dan apa maksudnya? Maka seperti apakah sehingga tiada umpamanya? Apakah karena Maha Kuasa? Atau karena Maha Agung? Atau karena Maha Esa?
Jika karena Maha Kuasa, sedangkan pada masa itu belum ada ciptaan-Nya, karena yang disebut Kuasa itu harus ada bukti dahulu ciptaannya, sedangkan di Alam Ahadiat itu jangankan manusia, Ahirat dan Dunia pun belum ada.
Jika karena Maha Agung, sedangkan pada masa itu belum ada yang hina di Alam Ahadiat tadi, ada sebutan Agung bila sesudah ada yang dihinakan.
Jika karena Maha Esa, sedangkan pada masa itu cuma ada satu, sedangkan ada satu itu setelah ada yang banyak.
Bagaimana pengertiannya? Agar dalil Dzat laesa kamislihi berlaku? Beginilah, jika setuju, sebabnya Alam Ahadiat disebut alam Dzat laesa kamislihi artinya dzat yang tiada umpamanya, karena terlalu Suci, artinya bersih tidak ada sifat-sifat-Nya begitu pula nama-Nya. Maka akan diumpamakan dengan apa jika tidak ada sifatnya?
Firman Allah Surat Al Qashash ayat 75:
Dan Aku datangkan dari tiap-tiap umat seorang saksi, lalu Aku berkata “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu”, maka tahulah mereka bahwasanya yang hak itu kepunyaan Allah dan lenyaplah dari mereka apa yang dahulunya mereka ada-adakan.
Maka disaksikan pula oleh dalil yang Maha Suci yaitu billa haefin, artinya tak berwarna dan tak berupa, tidak merah tidak hitam, tidak gelap tidak pula terang. Billa makanin, artinya tidak berarah tidak bertempat, tidak di barat tidak di timur, tidak di utara maupun di selatan, tidak di atas maupun di bawah. Begitulah keterangannya. Tidak dapat ditunjukan di mana adanya, karena terburu oleh tidak dan bukan. Karena terhalang oleh bukti.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan daripada-Nya, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan daripada-Nya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Q.S. Ali Imra-n, 3:18]
Apa sebabnya Allah menciptakan Alam Ahadiat? Karena sifat Allah yang pemurah dan penyayang, Rahman dan Rahim. Sifat Rahman dan Rahim hanya dapat dinyatakan dengan AMAL, amal itu adalah GERAKAN/PERBUATAN.
Manusia baru bisa disebut mempunyai sifat MURAH bila ia mau memberi dengan hati yang rela dan ikhlas. Memberi dalam artian “memberikan hak sendiri terhadap sesuatu hal yang dimilikinya untuk menjadi milik yang menerima”.
Melepaskan hak terhadap sesuatu hal merupakan “amal lahir dan batin”, karena hal yang demikian mengandung gerakan untuk menyampaikan atau melahirkan sesuatu hal dengan rela (lahir) dan ikhlas (batin).
Manusia baru disebut mempunyai sifat KASIH-SAYANG seumpamanya ia mencari dan memelihara hubungan erat dengan “kekasihnya”. Mencari dan memelihara HUBUNGAN (TALI) berarti juga AMAL yang memerlukan suatu gerakan.
Allah dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya dimohonkan bergerak untuk mencipta. Alam yang semula kosong dan gelap-gulita, pada suatu saat memperlihatkan suatu cahaya bulat yang bersinar, dari sana menjelma menjadi semesta alam, di mana secara bertahap diisi dengan “perhiasan-Nya”.
Surat Ya-si-n ayat 82 berbunyi:
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Allah menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
“Jadilah!” maka terjadilah ia.
Tingkat II – Alam Wahdat.
Alam ketika segala sesuatu belum terjadi dan belum menjadi wujud. Ibaratnya sebuah pohon di mana akar, daun, batang, bunga dan buahnya masih berada dalam sebuah biji. Martabat Sifat-Nya Yang Maha Suci, jadi di Alam Wahdat yang Dzat laesa kamislihi tadi menjadi Dzat Sifat, rupanya Terang Benderang, yaitu yang disebut Johar Awal. Johar artinya Terang, Awal artinya Pertama, artinya yang Terdahulu Ada sebelum Bumi dan Langit apalagi manusia ada. Johar Awal inilah yang disebut Hakekat Muhammad. Johar awal itu adalah Nur, Cahaya Yang Maha Suci, para Wali menyebutnya Segara Kehidupan atau Sajatining Sahadat (Sahadat Sejati), karena terpadunya antara Dzat dan Sifat atau Allah dan Muhammad pada Hakikatnya. Alam ini oleh sebagian ahli Tarekat disebut SAJATINING KUBUR, atau KUBUR SAJATI.
Menurut bahasan ulama terkenal Ibn Al-‘Arabi dalam kitab “Futuha”, halaman 151-155 menerangkan demikian:
Meanifestasi Tuhan yang pertama adalah berupa awan (embun) atau al-‘ama alhaba, yang digambarkan juga sebagai “nafas Tuhan”, yang ada pada pangkuan-Nya, sebelum ada apa-apa yang dijadikan. Awan tersebut belum nyata atau menjadi wujud, tapi juga tidak bisa “tidak ada”, jadi suasana dari kemungkinan untuk ada. Awan ini dianggap sebagai unsur NEGATIF ketika Tuhan melaksanakan ciptaan-Nya, sedangkan Nur Ilahi yang bersinar itu adalah unsur POSITIF. Oleh karena ada persenyawaan antara unsur Negatif dan unsur Positif, maka jadilah semua kenyataan yang mengisi seluruh alam semesta”
Sebanyak-banyaknya jenis bentuk (wujud) yang tampak, tidak dapat digambarkan oleh ungkapan bahasa, segala suatu asalalnya SATU, yanitu DZAT ALLAH.
Pada Surat Lukman ayat 27 diterangkan demikian:
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Jangankan yang sudah menjadi wujud, yang belum jadi pun, yang masih berada di alam angan-angan, alam cita-cita manusia, Allah pasti mengetahuinya.
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Allah berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al Baqarah, 2:29)
Angan-angan ini pasti keketahui Allah SWT, angan-angan ini disebut angan-angan abadi yang berada di Alam Wahdat, diketahui-Nya selama berabad-abad sebelum keluar menjadi kenyataan. Angan-angan ini adalah SARI daripada kenyataan, atau disebut juga SIR.
Tiada satu hal pun yang lepas dan bebas dari hadirat Ilahi, tidak ada satupun yang lolos dari pengaruh-Nya atau berada di luar pengaruh-Nya, baik yang sudah tercipta maupun yang belum.
Semua kejadian terjadi dari pada angan-angan, oleh sebab itu angan-angan tadi dianggap seperti KENYATAAN SEJATI, semua gambaran yang berada dalam angan-angan disebut A’jan Tabita atau sari-pati yang pasti.
Surat Al An’am ayat 59 berbunyi demikian:
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah sendiri, dan Allah mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Allah mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).
Kitab Centini menerangkan alam angan-angan demikian:
“Tuhan itu seperti Ki Dalang, bersembunyi di dalam kegaibanhairat-Nya. Dia menggerakan tanpa wayang, ceritranya selesai pada saatnya pagelaran wayang akan dimulai. Ki Dalang menerima upahnya sebelum ada undangan pada saat keadaan sepi, kosong terdengarnya suara gamelan diikuti oleh kegaduhan”
Keterangan dari paradoks-paradoks di atas demikian:
Sebelum alam semesta beserta isinya diciptakan, Allah sudah mengatur segala sesuatunya dalam “Intelek-Nya” (Lohmahfuz), semua cerita dan lakon sudah disusun rapih, semua sudah digelarkan sebelum wayang datang, semua sudah dikisahkan sebelum manusia berada di alam dunia.
” dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).”
Pada tempat yang begitu sepi dan kosong, belum ada manifestasi materi, yang bisa tersaksi adalah kegaduhan alam angan-angan, kesibukan yang sama kenyataannya dengan di dunia. Dan begitu wayang nampak di jagad raya, maka cerita dan lakonnya yang akan digelar di alam angan-angan tadi TIDAK BISA DIRUBAH.
Angan-angan Allah dapat menjelma dengan keadaan menurut dua jalan, langsung dan tidak langsung.
Surat Al Baqarah ayat 255:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Keadaan-keadaan yang jadi dengan tidak langsung dari angan-angan dan nantinya jadi kenyataan yaitu semua keadaan yang dicipta oleh manusia.
Sebelum ciptaan manusia dibentuk dan menjelma seperti kenyataan, maka ciptaan-ciptaan itu merupakan angan-angan yang bersembunyi di dalam alam angan-angan.
Angan-angan yang cocok dan seimbang dengan kehendaknya, diterima oleh “pancaindera batin” manusia, dan setelah meliwati BUDHI masuk ke Pusat AKAL yang akhirnya menjadi anasir PIKIRAN, dan ditambahkan kepada anasir-anasir pikiran yang terjadi dari tangkapan “pancaindra-lahir”, dengan demikian manusia menciptakan sesuatu hal.
Jelasnya, LOGIKA yang formil, proses berpikir itu tunduk kepada hukum-hukum pikir, antara lain:
a. hukum persamaan,
b. hukum perlawanan,
c. hukum dasar mencukupi.
Seandainya kita menganalisa proses berpikir yang paling sederhana, misalnya kita melihat sebuah KURSI, maka kursi tadi menjadi obyek pemikiran kita.
GAMBAR KURSI setelah meliwati penglihatan mata, masuk ke “pusat penglihatan”, baru kita dapat melihat kursi dimaksud.
KURSI yang “sebenarnya” dan “GAMBAR KURSI” di dalam “pusat penglihatan” – otak merupakan DUA KENYATAAN yang sangat berbeda.
KURSI yang disaksikan kita, yang dibuat dari kayu dan GAMBAR KURSI yang ada di dalam otak, disusun dari DAYA ELEKTRIK HIDUP (bio-electron).
KURSI yang sebenarnya tersaksi oleh kita, terlihat dan bisa diraba, dengan GAMBAR KURSI yang ada di dalam otak adalah DUA KENYATAAN yang bertentangan, yang pertama berupa benda (materi, konkrit) dan yang kedua merupakan ruh (abstract).
Oleh karena itu proses berpikir ini tunduk kepada “hukum perlawanan”.
GAMBAR KURSI yang di dalam otak tadi, pada saatnya akan masuk ke dalam alat-pikir kita yang sifatnya adalah Batin, yaitu BUDHI (ratio), seperti juga “daya elektris hidup” (bio-electron) yang terdiri dari elektron-elektron bebas.
BUDHI yaitu alat-berpikir kita yang metaphisis (di atas tenaga akal), karenanya ke-beradaanya pun di alam metaphisis, di antaranya alam angan-angan yang terdiri dari electron-electron bebas dan menjadi ANGAN-ANGAN ALLAH.
KURSI yang dibuat dari kayu, SEBELUM dibikin oleh tukang kau, yang memiliki niat membuat kursi, lebih dahulu mempunyai ide (ANGAN-ANGAN), dari hal kursi yang akan dibuat olehnya, baik dari mulai kayunya, modelnya, warnanya dan sebagainya,
Oleh karena manusia menerima ANGAN-ANGAN dari Alam Angan-angan, maka yang dimaksud itu memiliki GAMBAR di dalam Alam Angan-angan.
Jadi Gambar Kursi yang memasuki otak terus menuju Budhi, bertemu dengan GAMBARNYA SENDIRI di Alam Angan-angan yang tida berbeda di dalam HAKEKATNYA: KEDUANYA terdiri dari electron-electron hidup. Dalam hal ini pemikiran kita tunduk kepada “hukum persamaan”.
Tetapi sebelum “hukum persamaan” ini berjumpa dengan ISBAT-nya ketika berjumpa antara pemikiran mengenai Gambar Kursi dan Angan-angan dari hal Kursi, masih dalam Alam Angan-angan, harus terlebih dahulu ada DASAR yang melengkapi, yaitu persesuaian antara Gambar Kursi dalam Budhi dengan Gambar Kursi di Alam Angan-angan. Untuk saling mendekatkan yang akhirnya akan “mahabbah” (awor) kedua-duanya menjadi SATU, menurut hukum resonansi, karena hakekatnya sama benarnya. Pemikiran ini tunduk kepada hukum-dasar-mencukupi.
Kursi yang dibuat dari kayu dan dihadapi oleh kita, untuk kita merupakan suatu HAL atau THESE.
Setelah Kursi ini di dalam otak kita menjadi Gambar Kursi, maka Gambar Kursi ini berlawanan sekali pada HAKEKATNYA dengan kursi yang dihadapi. Perbedaan ini disebut ANTITHESE.
Baru setelah Gambar Kursi masuk kedalam Budhi maka berlaku “hukum persamaan” dengan Angan-angan kita. Mengenai kursi yang ada dalam Alam Angan-angan dan Gambar Kursi timbul persesuaian maka disebut SYNTHESE.
Demikianlah sedikit uraian mengenai Alam Wahdat atau Alam Angan-angan dari sudut pandang LOGIKA.
Tingkat III – Alam Wahidiat.
Martabat Asma Yang Maha Suci, kejadian dari Johar Awal dan Alam Wahdat tadi maka timbullah cahaya dan menjelma menjadi empat sinar, yaitu:
1. Narun Warna Merah
2. Hawaun Warna Kuning
3. Maun Warna Putih
4. Tarobun Warna Hitam
Jadi keempat sinar itu yang disebut NUR MUHAMMAD, sedangkan Muhammadnya adalah Johar Awal, benda Nur Muhammad Cahaya Empat itu disebunya Hakekat Adam, yaitu Asma Yang Maha Suci.
• Cahaya Merah menjadi Hakekat Lafadz Alif.
• Cahaya Kuning jadi Hakekat Lafadz Lam awal.
• Cahaya Putih menjadi Hakekat Lafadz Lam ahir.
• Cahaya Hitam menjadi Hakekat Lafadz Ha.
• Johar Awal menjadi hakekat Lafads Tasdid.
Sariatnya menjadi simbolisasi lafadz ALLAH, jadi Sinar (Cahaya) tadi yang menjadikan bibit terbentuknya tujuh Bumi tujuh Langit dengan segala isinya, begitu pula Agama berasal dari situ. Alam ini disebut juga Alam Tunggal Sejati, atau Sajatining Tunggal.
Surat Al Baqarah ayat 117:
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Allah berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Allah hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah”. Lalu jadilah ia.
Di atas dinyatakan bahwa Nur Muhammad terdiri dari empat sinar Merah, Kuning, Putih dan hitam. Bagaimana menurut Ilmu Tarekat hubungannya dengan gerakan Shalat.
a. Merah – unsur api. Zat pembakar yang mempunyai rasa panas, wataknya selalu menuju ke atas, tidak ada puncak api yang menuju ke bawah. Warna merah malambangkan nafsu Amarah, tidak mau diungguli, selalu tegak. Simbol hurufnya adalah “Alif”, dalam pelaksanaan sholat adalah “Takbiratul Ikhram”
b. Kuning – unsur angin. Unsur kimia N (nitrogen). Tabiat angin adalah berkelok-kelok dan halus. Sinar kuning melambangkan nafsu Sufiah, berdomisili pada mata. Manusia yang terpengaruhi oleh nafsu ini tidak memiliki pendirian, mudah terpengaruh oleh ceritera orang lain. Simbol hurufnya adalam LAM awal, pada gerakan shalat adalah gerakan “ruku”.
c. Putih – unsur air. Inilah unsur kimia H (hydrogen). Tabiatnya dingin, wataknya ingin selalu menuju tempat yang rendah. Warna putih melambangkan nafsu Lauwamah yang berdomisili pada lidah. Bila manusia terpengaruh oleh nafsu ini tidak ingin berhenti berbicara. Simbol hurufnya adalah LAM akhir, pada gerakan shalat adalah “sujud”.
d. Hitam – unsur bumi. Menurut ilmu pengetahuan adalah zat arang atau carbon (C), tabiatnya “diam”. Wataknya kekal dan kokoh. Warna hitam melambangkan nafsu Muthmainah yang membawa kepada kesabaran dan keagamaan. Berdomisili pada hati. Manusia yang terpengaruh oleh nafsu ini tidak banyak berbicara, banyak diam. Simbol hurufnya adalah HA, pada gerakan shalat adalah sikap “Tumaninah”.
Pada Alam inilah mulai timbulnya kalimah MUHAMMAD, yang mempunyai arti YANG TERPUJI, pada Alam Wahidat di mana terciptanya BUMI, LANGIT, MATAHARI, BULAN DAN BINTANG-BINTANG beserta segala isinya.
Siapakah yang dapat meniru membuat seperti alam semesta tadi? Apakah penciptaan itu adalah YANG TERPUJI? Yang penjelmaannya karena mempunyai sifat RAHMAN dan RAHIM.
Pada Alam ini pula terciptanya agama yaitu:
1. Keberadaan Sahadat yaitu karena adanya Johar Awal.
2. Keberadaan Shalat yaitu karena adanya Sinar Merah.
3. Adanya Zakat yaitu karena adanya Sinar Kuning.
4. Adanya Puasa yaitu karena adanya Sinar Putih.
5. Adanya Ibadah Haji yaitu karena adanya Sinar Hitam.
Jelaslah bahwa semua berasal dari Asma Allah, Hakekatnya Nur Muhammad dengan Empat Sinar, kelima Johar Awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar