Raja dan Ratu Negeri Alas sudah lama menikah, tapi mereka
belum dikaruniai anak. Akhir-akhir ini, Raja sering melamun, cemas memikirkan
nasib Kerajaan Alas jika mereka tak memiliki putra mahkota. Ratu berusaha untuk
menghibur Raja. “Kita sudah berusaha keras. Sebaiknya kita bersabar dan terus
berdoa, Kanda.” Raja tersenyum dan menjawab, “Sungguh Kanda beruntung memiliki
istri seperti Dinda. Benar, kita tak boleh berhenti berusaha dan berdoa. Semoga
Tuhan mengabulkan doa kita.”
Suatu pagi, Ratu tak enak badan dan tubuhnya lemas. Raja
panik. Tabib kerajaan dipanggil untuk memeriksa Ratu. “Selamat Baginda. Ratu
sedang mengandung, ” kata Tabib sambil menyalami tangan Raja. Raja dan Ratu
amat senang mendengar perkataan tabib itu. Mereka mengucap syukur pada Tuhan.
Kabar kehamilan Ratu pun cepat tersebar. Seluruh rakyat bersuka cita.
Ratu melahirkan bagi laki-laki yang sempurna, tampan,
berkulit bersih, dan berambut tebal. Raja menggelar pesta besar-besaran untuk
menyambut putranya. Selain seluruh rakgat, semua hewan dan makhluk halus pun
turut diundang. Dalam pesta itu, Raja mengumumkan, bahwa putranya bernama Amat
Mude.
Pangeran Amat Mude tumbuh menjadi anak yang lucu dan pintar.
Usianya belum genap 10 tahun ketika sang Raja mulai sakit-sakitan dan akhirnya
meninggal dunia. Seluruh rakyat berduka. Lalu muncul persoalan. Siapa yang akan
memerintah kerajaan? Pangeran Amat Mude masih sangat kecil. Karena itu, Ratu
memutuskan untuk menyerahkan takhta sementara pada adik Raja. Sang Paman
setuju. Rencananya ia akan memerintah sampai Pangeran Amat Mude cukup umur.
Namun lama-kelamaan sang Paman lupa diri. Ia ingin menjadi raja selamanya. Ia
lalu mencari cara untuk menyingkirkan Pangeran Amat Mude. Mula-mula kamar Ratu
dan Pangeran dipindahkan ke belakang. Lalu sang Paman juga mengabaikan
kesejahteraan sang Ratu. Ratu yang baik hati tidak berprasangka buruk dan
menerima semua perlakuan itu.
Suatu hari sang Paman mengumpulkan para prajurit dan
mengeluarkan perintah, “Ajaklah Ratu dan Pangeran berburu ke hutan, kemudian
tinggalkan mereka di sana.” Para prajurit bingung. “Bukankah Pangeran Amat Mude
adalah putra mahkota Negeri Alas?” tanya mereka. “Tutup mulut! Akulah Raja
Negeri Alas. Laksanakan perintahku atau kalian kuhukum,” jawab sang Paman.
Akhirnya Ratu dan Pangeran Amat Mude dibuang ke hutan.
Pangeran Amat Mude adalah anak yang pintar dan tidak manja.
Meskipun hidup di rumah sederhana di hutan, ia tak pernah mengeluh. Ia bahkan
sering membantu ibunya mencari makanan atau buah-buahan ke kedalaman hutan.
Suatu hari, ketika Pangeran Amat Mude mencari buah-buahan,
ia menemukan sungai yang penuh ikan. Dengan ranting pohon yang sudah diasah
tajam, ia menangkap ikan-ikan itu. Dalam sekejap, ia berhasil menangkap beberapa
ekor ikan. Sesampainya di rumah, Ratu menyambut hasil tangkapan itu dengan
gembira.
Saat membersihkan perut ikan, Ratu merasa ada benda keras di
dalamnya. Ratu mengira itu adalah telur ikan. Namun setelah diamati, ternyata
itu adalah emas. Ratu berteriak, “Anakku… cepatlah kemari. Lihat, Ibu menemukan
sebutir emas di dalam perut ikan ini.” Pangeran Amat Mude terkejut. Lalu ia
membantu ibunya membuka perut-perut ikan yang lain. Ternyata setiap ikan
memiliki sebutir emas dalam perutnya.
Mereka mengucap syukur pada Tuhan. Ratu kemudian menjual
emas itu, dan uangnya digunakan untuk membeli rumah yang layak huni. Ia juga
membeli selimut dan pakaian baru untuk putranya. Setiap hari Pangeran pergi
menangkap ikan dan menjual emasnya. Uang mereka menjadi banyak. Sekarang mereka
memiliki rrumah yang bagus, ternak, dan kebun gang luas. Mereka juga tak lupa
membantu orang miskin.
Pangeran Amat Mude kini telah dewasa. Kekayaan dan
kedermawanannya terdengar sampai ke Negeri Alas. Pamannya tak mengira jika dia
masih hidup. Dipikirnya Pangeran Amat Mude dan ibunya telah mati diterkam
harimau. Ia memerintahkan para prajuritnya untuk menjemput Pangeran Amat Mude
kembali ke istana.
Di istana, sang Paman berkata. “Amat Mude, kau sudah dewasa
sekarang. Mungkin sudah saatnya kau menjadi raja. Tapi tidak semudah itu. Kau
boleh menjadi raja jika berhasil memetik sebutir kelapa gading. Bukan kelapa
gading sembarangan, tapi kelapa gading dari pulau kecil di tengah laut. Jika
kau berhasil, kau boleh kembali ke istana. Tapi jika gagal, takhta kerajaan ini
selamanya menjadi milikku,” lanjut pamannya. Dalam hati, sang Paman tertawa.
Laut itu dijaga oleh tiga hewan buas yang siap memangsa siapa saja yang lewat.
“Amat Mude tak mungkin selamat!” pikirnya. Pangeran setuju. Ia memang ingin
kembali ke istana demi kebahagiaan ibunya.
Saat Pangeran Amat Mude mendayung, air laut bergejolak.
Perahu yang ditumpanginya nyaris terbalik. Ia amat ketakutan. Lalu, munculah
seekor ikan besar didampingi seekor buaya dan seekor naga. “Hai, Anak Muda!
Berani-beraninya kau melewati wilayah kami tanpa izin? Siapa kau clan hendak ke
mana?” tanya ikan itu. Dengan gemetar, Pangeran Amat Mude menjawab “Na… na…
namaku Amat Mude. Aku hendak ke pulau di tengah laut untuk memetik sebutir
kelapa gading.”
“Amat Mude? Apakah kau putra Raja Negeri Alas?” tanya Buaya
dan Naga bersamaan. “B… b… benar… dari mana kalian tahu?” tanya Pangeran Amat
Mude. Mereka tertawa clan berkata “Ayahmu adalah sahabat kami. Kami dulu
diundang ke pesta kelahiranmu. Tak kusangka kau sekarang sudah menjadi pemuda
yang gagah.”
“Tenanglah, kami akan membantumu sampai ke pulau itu,”
sambung Naga. Sebelum berpisah, Naga memberi Pangeran Amat Mude sebuah cincin
ajaib yang bisa mengabulkan semua permintaannya.
Ternyata pohon kelapa itu tinggi sekali. Pangeran Amat Mude
nyaris putus asa. Tiba-tiba ia teringat pada cincin ajaib dan berbisik pada
cincin itu, “Bantulah aku memetik sebutir kelapa gading.” Ajaib! Dengan mudah
ia berhasil memanjat dan memetik sebutir kelapa gading. Ia mengucap syukur lalu
mendayung perahunya pulang.
“Paman, ini kelapa gading yang Paman minta. Sekarang saatnya
Paman menepati janji.” Sang Paman heran. Bagaimana mungkin Amat Mude bisa
kembali dengan selamat? Lalu sadarlah ia, Pangeran Amat Mude memang ditakdirkan
untuk menjadi raja. Tuhan selalu melindungi anak itu dari segala niat jahatnya.
“Amat Mude, kau memang layak menjadi raja. Mulai sekarang, kau adalah raja
Negeri Alas yang sah.”
Sejak itu, Negeri Alas dipimpin oleh Raja Amat Mude. Ia
memimpin dengan arif bijaksana, persis seperti ayahnya. Ia juga tak dendam dan
tetap mengizinkan Pamannya tinggal di istana. Namun sang paman menolak. Ia
memilih untuk keluar dan hidup sebagai rakyat biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar