SUNAN MURIA / RADEN UMAR SAID
|
Sunan Muria
dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau Raden Umar Syahid.
Nama kecil beliau ialah Raden Prawoto.
Menurut Solichin Salam di dalam buku Sekitar Wali Sanga terbitan Menara Kudus, Sunan Muria adalah putera kepada Sunan Kalijaga hasil pernikahan beliau dengan Dewi Saroh, puteri kepada Maulana Ishak. Dari itu, Sunan Muria adalah berpangkat anak saudara kepada Sunan Giri kerana Maulana Ishak adalah ayahanda kepada Sunan Giri.
Setelah dewasa, Sunan Muria telah bernikah dengan Dewi Sujinah, puteri kepada Sunan Ngudung, dan telah memperolehi seorang putera yang bernama Pangeran Santri, dan yang di kemudian hari telah diberikan nama julukan Sunan Ngadilangu. Oleh itu, Sunan Muria juga memiliki pertalian keluarga dengan Sunan Kudus, kerana Sunan Kudus adalah putera kepada Sunan Ngudung (Raden Usman Haji).
Di dalam usaha mengembangkan ajaran Islam kepada masyarakat umum, Sunan Muria telah turut menggunakan gamelan dan wayang kulit sebagai alat (media) untuk berdakwah. Dan telah dikatakan juga bahawa beliau adalah pencipta bagi tembang Sinom dan Kinanti.
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat dia dimakamkan.
Menurut Solichin Salam di dalam buku Sekitar Wali Sanga terbitan Menara Kudus, Sunan Muria adalah putera kepada Sunan Kalijaga hasil pernikahan beliau dengan Dewi Saroh, puteri kepada Maulana Ishak. Dari itu, Sunan Muria adalah berpangkat anak saudara kepada Sunan Giri kerana Maulana Ishak adalah ayahanda kepada Sunan Giri.
Setelah dewasa, Sunan Muria telah bernikah dengan Dewi Sujinah, puteri kepada Sunan Ngudung, dan telah memperolehi seorang putera yang bernama Pangeran Santri, dan yang di kemudian hari telah diberikan nama julukan Sunan Ngadilangu. Oleh itu, Sunan Muria juga memiliki pertalian keluarga dengan Sunan Kudus, kerana Sunan Kudus adalah putera kepada Sunan Ngudung (Raden Usman Haji).
Di dalam usaha mengembangkan ajaran Islam kepada masyarakat umum, Sunan Muria telah turut menggunakan gamelan dan wayang kulit sebagai alat (media) untuk berdakwah. Dan telah dikatakan juga bahawa beliau adalah pencipta bagi tembang Sinom dan Kinanti.
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat dia dimakamkan.
KAROMAH.
Bahwa Sunan Muria itu adalah Wali
yang sakti, kuatfisiknya dapat dibuktikan dengan letak padepokannya yang
terletak diatas gunung . Menurut pengalaman penulis jarak antara kaki
undag-undagan atau tangga dari bawah bukit sampai kemakam Sunan Muria (tidak
kurang dari750 M).
Bayangkanlah, jika Sunan Muria dan
istrinya atau dengan muridnya setiap hari harus naik-turun, turun-naik guna
menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat ,atau berdakwah kepada para
nelayan dan pelaut serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa
adanya fisik yang kuat. Soalnya menunggang kuda tidak mungkin dapat dilakukan
untuk mencapai tempat tinggal Sunan Muria.Harus jalan kaki. Itu berarti Sunan
Muria memiliki kesaktian tinggi, demikian pula murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru
yang sakti mandraguna dapat ditemukan dalam kisah Perkawinan Sunan Muria dengan
Dewi Roroyono. Dewi Roroyono adalah putri Sunan Ngerang, yaitu seorang ulama
yang disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, tempat tinggalnya di Juana.
Demikian saktinya Sunan Ngerang ini sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus
sampai-sampai berguru kepada beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang
mengadakan syukuran atas usia Dewi Roroyono yang genap dua puluh tahun.
Murid-murid diundang semua.Seperti : Sunan Muria, Sunan Kudus ,Adipati Pathak
Warak, Kapa dan adiknya Gentiri .Tetangga dekat juga diundang, demikian pula
sanak kadang yang dari jauh.
Setelah tamu berkumpul DewiRoroyono
dan adiknya yaitu Dewi Roro Pujiwati keluar menghidangkan makanan dan minuman.
Keduanya adalah dara-dara yang cantik rupawan.
Terutama Dewi Roroyono yang berusia
dua puluh tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria
yang sudah berbekal ilmu agama dapat menahan pandangan matanya sehingga tidak
terseret oleh godaan setan. Tapi seorang murid Sunan Ngerang yang lain yaitu
Adipati Pathak Warak memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak berkedip melihat
kecantikan gadis itu. Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan Ngerang, yaitu
ketika Pathak Warak belum menjadi Adipati, Roroyono masih kecil, belum nampak
benar kecantikannya yang mempersona, sekarang, gadis itu benar-benar membuat
Adipati Pathak Warak tergila-gila. Sepasang matanya hampir melotot memandangi
gadis itu terus menerus.
Karena dibakar api asmara yang
menggelora, Pathak Warak tidak tahan lagi. Dia menggoda Roroyono dengan
ucapan-ucapan yang tidak pantas. Lebih-lebih setelah lelaki itu bertindak
kurang ajar. Tentu saja Roroyono merasa malu sekali, lebih-lebih ketika lelaki
itu berlaku kurang ajar dengan memegangi bagian-bagian tubuhnya yang tak pantas
disentuh. Si gadis naik pitam, nampan berisi minuman yang dibawanya sengaja
ditumpahkan ke pakaian sang Adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah,
hatinya marah sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu
menertawakan kekonyolannya itu, diapun semakin malu.
Hampir saja Roroyono ditamparnya
kalau tidak ingat bahwa gadis itu adalah putri gurunya. Roroyono masuk ke dalam
kamarnya, gadis itu menangis sejadi-jadinya karena dipermalukan oleh Pathak
Warak. Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah pulang ke tempatnya masingmasing.
Tamu dari jauh terpaksa menginap
dirumah Sunan Ngerang, termasuk Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat
tengah malam Pathak Warak belum dapat memejamkan matanya. Pathak Warak kemudian
bangkit dari tidurnya mengendap-endap ke kamar Roroyono. Gadis itu disiramnya
sehingga tak sadarkan diri, kemudian melalui genteng Pathak Warak melorot turun
dan membawa lari gadis itu melalui jendela. Dewi Roroyono dibawa lari ke
Mandalika, wilayah Keling atau Kediri. Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa
putrinya di culik oleh Pathak Warak, maka beliau berikrar siapa saja yang
berhasil membawa putrinya itu bila perempuan akan dijadikan saudara Dewi
Roroyono. Tak ada yang menyatakan kesanggupannya. Karena semua orang telah
maklum akan kehebatan dan kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang
bersedia memenuhi harapan Sunan Ngerang.
“Saya akan berusaha mengambil
Diajeng Roroyono dari tangan Pathak Warak,” Kata Sunan Muria.
Tetapi, ditengah perjalanan Sunan
Muria bertemu dengan Kapa dan Gentiri, adik seperguruan yang lebih dahulu
pulang sebelum acara syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat
Sunan Muria berlari cepat menuju arah daerah Keling.
“Mengapa Kakang tampak tergesa-gesa
?” tanya Kapa. Sunan Muria lalu menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang
dilakukan oleh Pathak Warak. Kapa dan Gentiri sangat menghormati Sunan Muria
sebagai saudara seperguruan yang lebih tua.
Keduanya lantas menyatakan diri
untuk membantu Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
“Kakang sebaiknya pulang ke
Padepokan Gunung Muria. Murid-murid Kakang sangat membutuhkan bimbingan.
Biarlah kami yang berusaha merebut di Ajeng Roroyono kembali. Kalau berhasil
Kakang tetap berhak mengawininya, kami hanya sekedar membantu.” Demikian kata
Kapa.
“Aku masih sanggup merebutnya
sendiri,” Ujar Sunan Muria.
“Itu benar, tapi membimbing orang
memperdalam agama Islam juga lebih penting, percayalah pada kami. Kami pasti
sanggup merebutnya kembali.” kata Kapa ngotot.
Sunan Muria akhirnya meluluskan
permintaan adik seperguruannya itu. Rasanya tidak enak menolak seseorang yang
hendak berbuat baik. Lagi pula ia harus menengok para santrinya di Padepokan
Gunung Muria. Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa dan
Gentiri ternyata meminta bantuan seorang Wiku Lodhang di pulau Sprapat yang
dikenal sebagai tokoh sakti yang jarang tandingannya. Usaha mereka berhasil.
Dewi Roroyono dikembalikan ke Ngerang. Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke
Ngerang.
Ingin mengetahui perkembangan usaha
Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan beliau bertemu dengan Adipati Pathak Warak.
“Hai Pathak Warak berhenti kau
!”Bentak Sunan Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda
terpaksa berhenti karena Sunan Muria menghadang di depannya.
“Minggir ! Jangan menghalangi
jalanku !” Hardik Pathak Warak.
“Boleh, asal kau kembalikan Dewi
Roroyono !”
“Goblok! Roroyono sudah dibawa Kapa dan
Gentiri !Kini aku hendak mengejar mereka!” Umpat Pathak Warak.
“Untuk apa kau mengejar mereka?”
“Merebutnya kembali!” jawab Pathak
Warak dengan sengit .
“Kalau begitu langkahi dulu mayatku,
Roroyono telah dijodohkan denganku !”Ujar Sunan Muria sambil pasang kuda -kuda.
Tampabasa-basi Pathak Warak melompat
dari punggung kuda .Dia merangsak ke Arah Sunan Muria dengan jurus –jurus cakar
harimau. Tapi dia bukan tandingan putra Sunan Kalijaga yang memiliki segudang
kesaktian. Hanya dalam beberapa kali gebrakan ,Pathak Warak telah jatuh atau
roboh ditanah dalam keadaan fatal. Seluruh kesaktiannya lenyap dan ia menjadi
lumpuh tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi berjalan. Sunan Muria kemudian
meneruskan perjalanan ke Juana, kedatangannya disambut gembira oleh Sunan
Ngerang. Karena Kapa dan Gentiri telah bercerita secara jujur bahwa mereka
sendirilah yang memaksa mengambil alih tugas Sunan Muria mencari Roroyono, maka
Sunan Ngerang pada akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria.
Upacara pernikahanpun segera
dilaksanakan. Kapa dan Gentiri yang berjasa besar itu diberi hadiah Tanah di
desa Buntar. Dengan hadiah itu keduanya sudah menjadi orang kaya yang
kehidupannya serba berkecukupan.
Sedang Sunan Muria segera memboyong
istrinya ke Pedepokan Gunung Muria. Mereka hidup bahagia, karena merupakan
pasangan yang ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa
dan Gentiri. Sewaktu membawa Dewi Roroyono dari Keling ke Ngerang agaknya
mereka terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita jelita itu.
Siang malam mereka tak dapat
tidur.Wajah wanita itu senantiasa terbayang.Namun karena wanita itu sudah
diperistri kakak seperguruannya mereka tak dapat berbuat apa-apalagi.
Hanya penyesalan yang menghujam
didada. Mengapa dulu mereka buru –buru menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya
Sunan Muria, tanpa bersusah payah sekarang nenikmati kebahagiaan bersama gadis
yang mereka dambakan. Inilah hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan menahan
pandangan matanya dan menjaga kehormatan mereka. (kemaluan).
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak
menatap terus kearah wajah dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu pasti mereka
tidak akan terpesona, dan tidak terjerat oleh Iblis yang memasang perangkap
pada pandangan mata.
Kini Kapa dan Gentiiri benar-benar
telah dirasuki Iblis. Mereka bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari tangan
Sunan Muria. Mereka telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai istri
bersama secara bergiliran. Sungguh keji rencana mereka. Gentiri berangkat lebih
dulu ke Gunung Muria. Namun ketika ia hendak melaksanakan niatnya dipergoki
oleh murid-murid Sunan Muria, terjadilah pertempuran dasyart .Apalagi ketika
Sunan Muria keluar menghadapi Gentiri, suasana menjadi semakin panas, akhirnya
Gentiri tewas menemui ajalnya dipuncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke
berbagai daerah. Tapi tidak membuat surut niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia
datang ke Gunung Muria secara diam-diam di malam hari.
Tak seorangpun yang mengetahuinya.
Kebetulan pada saat itu Sunan Muria dan beberapa murid pilihannya sedang bepergian
ke Demak Bintoro. Kapa menyirap murid-murid Sunan Muria yang berilmu rendah
………. yang ditugaskan menjaga Dewi Roroyono. Kemudian dengan mudahnya Kapa
menculik dan membawa wanita impiannya itu ke Pulau Seprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari
Demak Bintoro, Sunan Muria bermaksud mengadakan kunjungan kepada Wiku Lodhang.
Datuk diPulau Seprapat .Ini biasa dilakukannya bersahabat dengan pemeluk agama
lain bukanlah suatu dosa. Terlebih sang Wiku itu pernah menolongnya merebut
Dewi Roroyono dari Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang
mampu hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam suatu negeri. Lalu
ditunjukkan akhlak Islam yang mulia dan agung.
Bukannya berdebat tentang perbedaan
agama itu sendiri. Dengan menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang mulia itu
nyatanya banyak pemeluk agama lain yang pada akirnya tertarik dan masuk Islam
secara suka rela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau
Seprapat itu tidak di sambut baik oleh Wiku Lodhang Datuk.
“Memalukan ! benar-benar nista
perbuatanmu itu ! Cepat kembalikan istri kakanda seperguruanmu sendiri itu !”
hardik Wiku Lodhang Datuk dengan marah.
“Bapa guru ini bagaimana, bukankah
aku ini muridmu ? Mengapa tidak kau bela ?” protes Kapa.
“Apa ? Membela perbuatan durjana ?” Bentak Wiku Lodhang Datuk.
“Apa ? Membela perbuatan durjana ?” Bentak Wiku Lodhang Datuk.
“Sampai matipun aku takkan sudi
membela kebejatan budi perkerti walau pelakunya Itu murid kusendiri!”
Perdebatan antara guru dan murid itu
berlangsung lama.Tanpa mereka sadari Sunan Muria sudah sampai ditempat itu.
Betapa terkejutnya Sunan Muria melihat istrinya sedang tergolek ditanah dalam
keadaan terikat kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu mulut
dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang Datuk menjauh, melangkah menuju Dewi Roroyono
untuk membebaskan dari belenggu yang dilakukan Kapa. Bersamaan dengan
selesainya sang Wiku membuka tali yang mengikat tubuh Dewi Roroyono. Tiba-tiba
terdengar jeritan keras dari mulut Kapa.
Ternyata, serangan dengan
mengerahkan aji kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik menghantam dirinya
sendiri. Itulah ilmu yang dimiliki Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan
lawan. Karena Kapa mempergunakan aji pemungkas yaitu puncak kesaktian yang
dimilikinya maka ilmu akhirnya merengut nyawa nya sendiri.
“Maafkan saya Tuan Wiku ….. “ ujar
Sunan Muria agak menyesal.
“Tidak mengapa, sudah sepantasnya
dia menerima hukuman ini. Menyesal aku telah memberikan ilmu kepadanya.
Ternyata ilmu itu digunakan untuk jalan kejahatan,” Guman sang Wiku.
Dengan langkah gontai sang Wiku
mengangkat jenazah muridnya. Bagaimanapun Kapa adalah muridnya, pantaslah kalau
dia menguburkannya secara layak. Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan Muria
kembali ke padepokan dan hidup berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar